Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tempatnya - Cerpen

Tempatnya

Halo sobat hanif, gimana kabar kamu sob? Semoga sehat selalu ya. Udah lama aku gak update cerita nih, kayak nya udah berbulan-bulan ya. Kali ini aku buat cerita yang berkaitan tentang sampah, judul nya Tempatnya. Cerita yang mengisahkan tiga anak laki-laki, yang satu di antaranya ini memang kurang peduli dengan lingkungan nya terutama masalah sampah. Buat kamu yang penasaran bagaimana ceritanya, simak terus cerita nya sampai habis.



Pagi ini aku berencana pergi ke lapangan komplek sebelah untuk tanding bola. Baim dan Ahmada yang merupakan teman sebaya ku ikut bertanding, Tiga lainnya adalah anak smp. Bertanding bola melawan komplek sebelah memang sudah biasa di lakukan sebulan sekali, kali ini mereka yang menjadi tuan rumah, makanya kami pergi kesana.


“Yah!!” Aku lari terbirit-birit ke dapur menggunakan sepatu yang sudah kukenakan, Baim dan Ahmad yang menungguku di teras bingung melihat ku lari tak karuan ke dapur. Aku membuka tutup dandang nasi, uap panas pun langsung keluar dan menyembur muka ku. Aku menelan ludah setelah melihat sebagian nasi yang gosong. Tadi pagi ibu ku menitipkan nasi kepada ku dan tolong di matikan karena mau pergi kepasar. Dan sekarang aku mematikan nya telat 10 menit dari yang seharus nya. 


“Fathaan!!” Baim sudah memanggil dari teras depan. Aku yang sedang membanyangkan wajah ibu yang marah melihat nasi gosong ini pun tersadar. Aku langsung berlari ke teras depan rumah, Baim dan Ahmad sudah berjalan keluar pagar meninggalkan ku.


Aku menyambar tas ku dan .menyusul mereka, tapi tak sengaja aku melihat sampah jajanan warung yang tergeletak di dekat tanaman ibuku. Aku ber-hhhh pelan, tak salah lagi, pasti yang nyampah Baim. Sudah berkali-kali di ingatkan, juga belum berubah. Serasa sudah berjuta-juta kali aku mengingatkan dia... aku pun memungut nya lalu membuang nya di tempat sampah depan rumah.


“Im!” Baim menoleh kearah ku, “buang sampah yang bener dikit kek” Baim yang sedikit tersinggung tak mengubris, dia tetap mengunyah pisang goreng yang dia bawa. Tuh kan, mau di bilangin kayak mana, bukan nya memikirkan apa yang dibuat nya, malah mikirin apa yang dia sedang makan.


“Oi!!” Baim langsung bereaksi saat aku menyikutnya, Ahmad dan aku lari meninggalkan nya yang asik makan pisang goreng. Rekan tim kami yang SMP sudah jauh, makanya Ahmad dan aku lari meninggalkan Baim, sekalian aku usil menyikut nya. Kami sudah tiba di gerbang komplek sebelah, sedangkan Baim yang berjalan santai tertinggal belasan meter dari kami. Setelah Baim sampai, kami pun memulai pertandingan...


“Glek, glek, glek” Baim menutup botol minum kemasan nya yang sudah habis tak tersisa. “Ngapain dibuang kesitu im?!” Ahmad setengah memergoki Baim yang malah nyengir setelah membuang botol kemasan nya di taman belakang kami duduk. “Ini juga bukan rumah ku Im” Aku menyadarkan Baim. Dikiranya disini rumah ku, yang bisa seenak nya dia membuang sampah sembarangan. 


Baim yang tersadar apa yang dibuat nya pun langsung mengambil kembali botol kemasan nya lalu membuang nya ke tenpat sampah. “Eh!” Baim yang sudah duduk di sebelah kami langsung terjun kearah Ahmad. “Kenapa pula kau menjitak ku Mad!!” Aku yang sedang meneguk air kaget bukan main, bingung apa yang membuat mereka sampai terlihat bergelut gitu.


Ahmad yang cengengesan langsung menghalau tangan Baim yang ingin menjitak balik. “Aku cuma kasih selamat karena kau telah membuang sampah pada tempat nya Im, haghaghag”. Oi, mereka benar-benar bergelut! Aku langsung memisahkan mereka berdua. Walaupun Baim gemuk, tangan nya lincah sekali ingin menjitak Ahmad, hahaha.


“Tumben Im, kenapa kau tadi langsung buang sampah nya, dan sambil mikir gitu?” Ahmad bertanya pada Baim yang bersungut-sungut kembali ketempat duduk nya. Bukan nya menjawab, dia malah terdiam beberapa saat. “Tempatnya” akhirnya dia menjawab. “Maksud nya Im ?”  aku dan Ahmad menggaruk kepala yang tidak gatal, heran apa yang terjadi pada kawan kami yang satu ini.


“Iya, tempatnya…” Baim berhenti sejenak, matahari yang mulai meninggi sudah terlihat silau dimata. “Tempat sampah udah banyak tersedia kan?” Aku dan Ahmad mangangguk.


“Yahh, setelah aku tadi melihat bapak bapak yang membuang sampah nya di kebon, padahal sudah tersedia tempat sampah di depan rumah nya, aku sadar bahwa dulu aku pun juga seperti itu. Dan sadar, kenapa kita harus membuang sampah sembarangan, kalau tempat nya aja udah tersedia… Iya gak?” Ahmad manggut-manggut sendiri, belum tentu juga dia mengerti apa yang di ucapkan Baim. Aku sekarang lega Baim sudah berubah dari kebiasaan buruknya, yaitu membuang sampah sembarangan terutama dirumah ku.


“Aduh!!” Baim mengaduh kesakitan, baru saja aku menjitak nya iseng. “Oi! Kenapa pula aku di jitak, FATHAAN!!” Baim yang marah mengejarku yang lari tunggang langgang menuju gerbang komplek ini. “Aku cuma iseng Baiiim, WAAA!!” aku menatap kesal pada Ahmad yang malah duduk santai menonton kami kejar-kejaran sambil memakan jatah makan siang ku yang masih tersisa.


Selesai
Hanif Muchtar
Hanif Muchtar Jalani apa yang membuatmu Bahagia

1 komentar untuk "Tempatnya - Cerpen "