Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Tentang Pelajaran Berharga: Ketika Itu Sudah Berlalu



Kejadian ini terjadi 1 tahun silam, ketika Akmal Ardi dan Baim masih duduk dikelas 5. Kejadian yang tak pernah mereka lupakan dan masih terngiang di kepala mereka. Kejadian itu hampir sama dengan kejadian yang pernah kualami bersama teman-teman ku 3 bulan lalu, tapi itu rahasia kami, bagaimana ya...? Tapi kejadian mereka bertiga hampir mirip bukan, jadi untuk kalian yang penasaran baca saja kejadian Akmal, Ardi dan Baim 1 tahun silam. 

Matahari pagi muncul di cakralawa timur, pagi yang cerah sangat cocok dengan kegiatan mereka hari ini disungai. Kemarin pak Jen merencanakan kegiatan memancing ikan disungai kampung. Alasan pak Jen merencanakan itu adalah karena saat itu pak Jen sedang mengajari tentang kerangka hewan. Begitulah pak Jen, setiap ada pelajaran baru pasti akan selalu menyenangkan. 

Karena sungai kampung tak jauh dari tempat tinggal mereka bertiga dan anak lainnya, maka mereka langsung berangkat menuju sungai kampung dibagian dekat jembatan kayu yang dibangun oleh penduduk kampung. 

Tapi pelajaran kali ini tak menyenangkan bagi mereka bertiga. karena pelajaran tentang kerangka hewan membosankan untuk mereka yang sering melihat kerangka ikan hasil tangkapan memancing malam hari yang sering mereka lakukan. 

Baca juga: Cerpen Tentang Sabar :Hikmah Dibalik Memancing



Akmal, Ardi dan Baim sampai disungai 15 menit sebelum teman teman dan pak Jen. Setelah memasang umpan dikail pancing masing-masing, mereka melamparnya dari jembatan kayu itu menuju permukaan sungai jernih itu. Sengaja benar mereka bertiga menyandarkan gagang pancing nya dipegangan jembatan kayu. 

"Oi,dari pada kita nganggur begini lebih baik menjawab pertanyaan ku... Sebutkan 100 nama buah yang huruf belakangnya S?" Akmal memulai pertanyaannya, "mana ada 100 buah yang huruf belakangnya S" Baim mengomentari pertanyaannya "ada, ya sudah kalau kau tidak percaya" "manggis, nanas.. " Baim menggaruk kepala yang tidak gatal "durians, apels, sirsaks-" jawaban Baim semakin menjadi jadi "oi, jawaban kau makin ngaur Im!" Ardi sudah tertawa kecil. Baginya pertanyaan Akmal dan jawaban Baim sama-sama ngawur. 

"kadal!" Baim berteriak menatap serius ke arah bibir sungai sisi lain "oi, mana ada buah yang namanya kadal" Akmal menatap Baim bingung "itu kadal!" Baim sudah berdiri "kalaupun itu buah, belakangnya bukan S" Akmal mengangkat bahunya "aku serius, itu kadal dibibir sungai sana!" Baim menunjuk ke arah seberang dan benar ada kadal berukuran jempol anak remaja, yang sudah berlari menuju pohon perbatasan kampung dengan hutan. 


Mereka bertiga sudah berlari melewati jembatan kayu itu, jarang sekali ada kadal sebesar  itu dikampung mereka. Dan jika berhasil menangkapnya, bisa jadi peliharaan untuk teman tidur mereka "Baim, jangan mentang-mentang badan kau gendut, lari kau jadi lambat begini!" Ardi mengomel dibelakangnya, Baim tak peduli. 3 meter lagi jarak mereka bertiga dengan kadal itu, langsung saja Akmal melompat jauh, buk! "Meleset" sekarang giliran Ardi yang sudah mendahului Baim  yang  tersengal dibelakang. Kadal itu sudah memanjat pohon tua yang sudah masuk wilayah hutan, hup! Ardi melompat kearah kadal yang sudah memanjat pohon itu. "Ahh" 1 senti lagi tangan Ardi mengenai ekor kadal itu. 

"Bagaimana ini?" Baim bertanya sambil tersengal "kita cari lagi saja dibagian sana" Akmal menunjuk ke arah depan. 
Oi, mereka lupa kalau tempat mereka berdiri saja sudah hutan, apalagi kalau kedepan lagi "ya sudah" Ardi berjalan duluan. 





2 jam berlalu, Matahari mulai meninggi,  setelah lelah mencari mereka duduk bersandarkan pohon, tak ada satu pun kadal yang berhasil mereka tangkap. Belum genap 10 menit, Akmal melihat sekumpulan belalang sebesar jempol orang dewasa. Mata mereka langsung berbinar-binar, "tangkap ini saja lebih mudah" Baim tersenyum. 

"Oi!" Ardi teringat sesuatu "kita ada dimana? " mereka saling tatap bingung "jangan-jangan... " mereka langsung melepaskan belalang yang ada di tangan mereka. Ardi memanjat pohon kelapa tua yang lebih tinggi dari pohon yang lain, tapi hanya ada hijau lebat disekitar, susah tuk mencari sungai kampung mereka. Setelah 2 jam memanjat turun pohon, melihat sekeliling, mereka terduduk di rumput tempat mereka menangkap belalang tadi. 

"Oi! Kalian dengar itu? " Ardi bertanya sambil celingukan mencari sumber suara "itu suara aliran sungai! Ardi langsung berdiri lantas berlari, Akmal menampar pipi Baim yang hampir terlelap tidur dan langsung berdiri mengikuti Akmal. Jatuh bangun mereka bertiga berlari menuju sumber suara, hingga terlihat aliran air jernih beberapa meter didepan mereka. Akmal dan Ardi tersengal sengal, apalagi Baim. Tanpa basa basi lagi mereka menyusuri  sungai menuju hilir, tempat jembatan kayu itu. 

Tak sampai setengah jam, mereka sampai di jembatan kayu kampung lantas menyebrang. Dan langsung bingung pancingnya tidak ada ditempat mereka menaruhnya, Baim celingak-celinguk mencari pancingnya. Tapi Ardi  melihat pancingan mereka sudah digenggaman pak Jen. 

Mereka menghadap pak Jen sambil menunduk, ternyata pak Jen melihat mereka jatuh bangub menangkap kadal. Pak Jen dan teman-teman datang disaat Akmal, Ardi dan Baim berlari menuju hutan "apa yang kalian lakukan?! " pak Jen bertanya tegas, mereka tak menjawab. "Apa yang kalian lakukan tadi?! " pak Jen mengulangi pertanyaan nya "me...menangkap kadal dan belalang pak" mereka menjawab dengan suara kecil. "Apa kalian tak dengar kata bapak kemarin hah!?, kita memancing ikan sekaligus belajar tentang kerangka hewan, bukan bermain-main kehutan!". 

"Apa yang kalian lakukan tadi?! Menangkap kadal dan belalang, itu sungguh hal yang bodoh kenapa? Karna ini hari sekolah, kita sedang belajar bukan bermain-main kehutan sana, menangkap kadal dan belalang. lihat sekarang sudah waktunya pulang apa kalian sudah mendapatkan ikan?! Belum dan kalian belum paham mengenai kerangka hewan! Kalian ini menghabiskan waktu dengan sia sia dihari sekolah begini... " pak Jen menarik napas panjang, meletakkan pancingan mereka bertiga. 

Murid-murid kelas mereka yang lain sudah pulang sejak tadi, Akmal, Ardi dan Baim masih dinasihati oleh pak Jen. "Huhh... Ingat ini Akmal, Ardi, Baim, waktu adalah waktu. Tak bisa diulang, tak bisa dipercepat, jadi jangan sia-sia kan waktu kalian, paham? " "paham pak". "Apa Kalian menyesal? " pak Jen bertanya dengan pelan, mereka bertiga mengangguk, pak Jen pun tersenyum "ketika itu sudah terjadi, ketika apa yang kalian lakukan itu sudah berlalu... Maka janganlah kalian menyesal, ingat itu Akmal, Ardi, Baim" nasihat pak Jen selesai. 

"Ayo pulang, nanti kalian dimarahi mamak kalian" pak Jen sudah berjalan sambil tertawa kecil, mereka bertiga saling tatap, seumur-umur mereka belum pernah  mendapat guru paling menyenangkan sedunia.
Hanif Muchtar
Hanif Muchtar Jalani apa yang membuatmu Bahagia

Posting Komentar untuk "Cerpen Tentang Pelajaran Berharga: Ketika Itu Sudah Berlalu"